Beranda | Artikel
Mengembalikan Kedaulatan Hukum Allah
Jumat, 11 September 2009

Sebuah Kritik Atas Ketidakkonsistenan Hizbu Tahrir

Hizbu Tahrir bicara soal akidah
Ketika berbicara tentang perbandingan antara Wahabi dan golongannya, Hizbu Tahrir berkata, “Betul, bahwa ada masalah dalam akidah umat Islam, tetapi tidak berarti mereka belum berakidah Islam. Bagi Hizb, umat Islam sudah berakidah Islam. Hanya saja, akidahnya harus dibersihkan dari kotoran dan debu, yang disebabkan oleh pengaruh kalam dan filsafat. Karena itu, Hizb tidak pernah menganggap umat Islam ini sesat. Hizb juga menganggap, bahwa persoalan akidah ini, meski penting, bukanlah masalah utama. Bagi Hizb, masalah utama umat Islam adalah tidak berdaulatnya hukum Allah dalam kehidupan mereka. Karena itu, fokus perjuangan Hizb adalah mengembalikan kedaulatan hukum Allah, dengan menegakkan kembali Khilafah.” (Hizbu Tahrir Bukan Wahabi)

Mari bersihkan akidah umat!
Kita akan mulai diskusi ini dengan perkara yang kita sepakati. Yaitu kita harus membersihkan akidah umat ini dari kotoran dan debu, yang disebabkan oleh pengaruh kalam dan filsafat. Maka marilah kita lihat ucapan Hizbu Tahrir tentang hadits ahad. Mereka berkata, “Dalam konteks akidah, hadits Ahad itu sendiri memang tidak bisa digunakan sebagai dalil. Pertama, fakta akidah itu sendiri yang harus qath’i, atau yakin seratus persen. Kedua, fakta hadits Ahad yang hanya bisa mengantarkan pada ghalabah adh-dhann (dugaan kuat). Artinya, fakta akidah seperti ini —yang nota bene harus yakin seratus persen— jelas tidak bisa dibangun dengan dalil yang hanya bisa mengantarkan pada keyakinan di bawah seratus persen, sementara yang dibutuhkan harus seratus persen. Jadi, masalahnya seperti itu. Bukan soal menerima atau menolak hadits Ahad.” (Hizbu Tahrir Menjawab Tuduhan Miring)

Kalau memang benar bahwa hadits ahad memang tidak bisa digunakan sebagai dalil dalam masalah akidah lalu mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus da’inya hanya seorang diri (sehingga haditsnya disebut hadits ahad, pen), sebagaimana kisah pengutusan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ke Yaman yang sangat populer itu dan tercantum di kitab-kitab induk hadits dan disepakati keabsahannya oleh para ulama (Bukhari dan Muslim)?

Perhatikanlah ucapan mereka bahwa hadits ahad tidak bisa digunakan sebagai dalil dalam masalah akidah. Tanyakanlah kepada mereka dari mana sumber keyakinan itu? Bukankah keyakinan bahwa hadits ahad tidak bisa dijadikan sebagai dalil dalam hal akidah itu sebenarnya perkara baru yang tidak dikenal di masa salaf yang baru muncul belakangan akibat pengaruh kalam dan filsafat [!!] (sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz ar-Rays –hafizhahullah- dalam sebuah ceramahnya, silakan baca pula penjelasan panjang lebar oleh Syaikh al-Albani –rahimahullah- dalam sebuah risalah beliau berjudul Wujubul akhdzi bil haditsil ahad).

Kalau mereka memang mau jujur dengan ajakan untuk membersihkan akidah umat dari kotoran dan debu, maka semestinya akidah mereka itulah yang pertama kali harus dibersihkan. Pikirkanlah ucapanmu wahai saudaraku…

Masalah akidah bukan masalah utama?
Wah, sepertinya kita perlu mengoreksi anggapan ini. Bagaimana mungkin seorang muslim mengatakan bahwa masalah akidah bukanlah masalah utama yang dihadapi oleh umat ini? Seolah-olah dia tidak pernah mendengar dakwah Islam yang diserukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Bukankah dakwah yang pertama kali diserukan oleh Nabi adalah masalah akidah? Bukankah dakwah yang pertama kali diperintahkan Nabi untuk diserukan oleh para sahabatnya adalah masalah akidah, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal di atas?

Mungkin mereka lupa kalau di masa Nabi dulu kaum kafir Quraisy tidak berhukum dengan hukum Allah dalam kehidupan mereka. Namun, di saat yang sama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memfokuskan perjuangannya untuk itu (baca: menegakkan khilafah). Beliau tetap mengutamakan pembenahan akidah. Bagaimana mungkin umat mau menerapkan hukum-hukum Allah sementara akidah mereka masih berantakan, mungkinkah? Kita tidak mengatakan bahwa umat Islam sekarang belum berakidah Islam, namun sebagaimana yang mereka akui sendiri bahwa akidah kebanyakan umat ini telah terkotori! Dan betapa banyak kotoran yang mencemari akidah umat ini! Bukti nyatanya adalah apa yang menimpa sebuah kelompok Islam yang mengaku ingin melanjutkan kehidupan Islam ini… Ambillah pelajaran wahai orang yang cerdas!

Renungkanlah…
Sepertinya kebenaran ini sudah terlalu terang bagimu, wahai saudaraku! Bagaimana pun kondisi umat ini dan seburuk apa pun kondisi mereka maka tetap saja pembenahan akidah merupakan prioritas utama.

Tidakkah kita ingat tentang tujuan hidup kita? Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Sebagaimana kita mengerti bahwa ibadah tidak sempit dalam masalah hukum saja, ibadah juga meliputi perkara-perkara lain dalam agama. Sementara kedudukan akidah yang benar merupakan sumber kebaikan dan kejayaan umat ini. Tidakkah kita ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging apabila dia baik maka baiklah seluruh tubuh dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah segumpal daging itu adalah jantung/hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidak mungkin seorang hamba mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah dan hukum-hukum-Nya kecuali apabila di dalam hatinya telah tertanam akidah dan keimanan yang lurus kepada Rabbnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu semua muncul dari ketakwaan yang ada di dalam hati.” (QS. al-Hajj: 32). Oleh sebab itulah kita dapati segenap rasul memiliki sebuah misi yang sama yaitu mengajak umat manusia untuk mentauhidkan Allah dan menjauhi syirik. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)

Hukum Allah memang harus ditegakkan, dan yang pertama kali dan paling penting untuk ditegakkan adalah tauhid, sebab itulah asas dan pondasi agama. Tauhid itulah hukum paling agung dan perintah paling utama yang disyari’atkan oleh-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Keputusan hukum itu hanyalah milik Allah, Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia…” (QS. Yusuf: 40). Bagaimana mungkin kita ingin berjuang menegakkan hukum Allah dengan mengesampingkan persoalan akidah? Sungguh ini adalah hal yang mustahil! Bagaikan seorang yang ingin menegakkan bangunan kokoh namun tanpa pondasi yang kuat, seperti orang yang ingin membangun istana megah namun di atas kepingan-kepingan kayu yang rapuh… laa haula wa laa quwwata illa billah!

Renungkanlah perjalanan kalian, sebelum kalian menyesal di hari ketika tidak berguna lagi penyesalan… Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, 21 Ramadhan 1430 H


Artikel asli: http://abumushlih.com/mengembalikan-kedaulatan-hukum-allah.html/